Senin, 04 Oktober 2010

Air Mata Aini (Part 1)

Aku masih menggenggam surat itu, tak kuasa air mata berderai tak henti.
Aku merasa bersalah atas sesuatu yang dulu tidak kulakukan. Aini, dimana kau sekarang? Pergi dengan amarah tak akan menyelesaikan masalah. Aini, pulanglah !
Pertama kali aku bertemu Aini, aku langsung terkagum pada paras cantiknya, hidungnya yang bangir dan mata indahnya tak lepas dari pandanganku. Aini, kaukah perempuan yang diberikan Tuhan padaku ?
"Hai..." sapaku padanya. Ia sedang bermain ayunan di sebuah taman kala itu. Aku pun duduk di ayunan, di sebelahnya.
"Hai..." balasnya. Ia memandangiku sejenak lalu cepat membuang wajahnya, mungkin malu atau sedikit takut karena aku hanya orang asing baginya.
"Aku Ferdy. Kamu siapa?"
"Aini" lagi-lagi balasnya singkat.
"Kamu....." tanpa sempat melanjutkan kata-kataku, Aini pergi tanpa sepatah kata pun untuk pamit.
"Aini..." panggilku.
Ia menoleh dan memandangku. Aku merasakan pandangannya, sulit untuk digambarkan. Sedikit ada pancaran kesedihan dan sisanya kosong tak dapat kuterka. Ia kembali berbalik meninggalkanku yang berada di atas ayunan usang, terpaku. Aini, apa yang ada dalam pikiranmu?



***

Aku kembali ke taman itu keesokan harinya, di waktu yang sama. Aku kembali melihat Aini terdiam di atas ayunan usang, ia memandangi sejenak ayunan kosong di sebelahnya lalu melihat kembali ke arah sebaliknya. Aini, bagaimana dapat  kubaca hatimu? 
"Hai..." sapaku pelan.
Ia memandangku sekilas lalu berbalik. Aku duduk di ayunan kosong itu, terdiam, mencoba merangkai kata untuk dikatakan. Sesuatu yang membuatnya tersenyum kecil.
"Aini, awannya indah yah..." aku berusaha mencairkan suasana "Kamu tahu tidak, kalau awanlah yang selalu dapat menyembuhkan semua kesedihan ?" Ia masih acuh tak bereaksi. Aku menunjuk pada sebuah awan, "lihat awan itu, aku yakin sebagian dari awan itu adalah air mata banyak orang yang menangis" kataku.
Bingo ! Aku melihat ia melirik dan sekarang ia menengadah ke langit, memandangi awan-awan di sana.
"Awan itu pasti menampung kesedihan banyak orang, orang yang berduka karena cinta, karena terluka ataupun karena kehilangan." Aku terus mencoba melihat reaksinya. Aku merasa ia sedang berpikir keras tentang sesuatu. Aini, ungkapkanlah apa yang ada di hatimu !
Aku terus memandangi Aini, ada sesuatu yang ingin kusampaikan padanya tapi tak bisa terucap dengan kata. Selang beberapa detik, aku melihat Aini meneteskan air matanya. Aku terhenyak sebentar, apakah aku salah berucap ? Apa aku membuatnya menangis?
"Aini..." panggilku cemas.
Aini menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan beranjak dari ayunan, ia berlari ke arah yang sama seperti kemarin saat ia meninggalkanku. Aini, maaf !

***

Keesokan harinya hujan. Tak mungkin Aini pergi ke taman itu, pikirku. Apa yang ia lakukan sekarang ? Apakah aku membuatnya mengingat sesuatu yang seharusnya ia lupakan ? Aini, mungkinkah awan pun tak kuat lagi menampung semua kesedihan dan air matamu ? 

***

Hari keempat. Aku ingin sekali melihat Aini. Apakah ia akan pergi ke taman lagi setelah kejadian itu? Aku datang lebih cepat dari biasanya. Ayunan itu keduanya masih kosong. tak ada tanda-tanda Aini di sana. Aku duduk di atas ayunan, kuayunkan sekuatnya sampai aku merasa terbang. Tak lama kulihat Aini datang, wajahnya sedikit lebih cerah dari biasanya. Aku berhenti berayun. Ia kelihatan lebih cantik dari biasanya.
"Hai..." 
Wow, ini perkembangan baik, Aini menyapaku.
"Hai..." balasku lembut. "Kamu kelihatan ceria hari ini"
Ia tersenyum lalu mulai berayun pelan di atas ayunan. Biasanya ia hanya duduk terdiam.
Aini, aku senang melihatmu seperti ini !
"Kemarin hujan deras..." aku memecah kebisuan
"Ya, pasti banyak yang menangis" balasnya sambil tetap berayun.
"Ya...mungkin" aku tersenyum kecil. 
"Aini...." panggilku ragu
"Ya..." jawabnya 
"Apa yang membuatmu senang hari ini?" tanyaku
"Banyak orang yang menangis bersamaku kemarin hingga hujan deras sekali dan aku yakin Mas Faisal juga menangis, sama seperti aku menangis merindukannya"
Aku tertegun melihat senyum di wajah cantiknya. Rindunya pada Mas Faisal-nya itu pasti sangat dalam.
Faisal, mengapa kau tinggalkan gadis ini?
"Kamu tahu ngga, Mas Faisal janji mau ngajak aku ke Jakarta. Kami akan menikah di sana"
Aku tak berkata, membiarkan ia mengoceh tentang Faisal, kekasihnya yang pergi meninggalkannya karena merantau ke Jakarta. Aku kagum dengan kesetiaannya menunggu Faisal menjemputnya untuk melamar.
Aaahh Aini,,,


***

Hubunganku dan Aini kian dekat dari hari ke hari, ia masih saja sering membicarakan Faisal, tapi sudah tidak banyak. Aku berharap Aini bisa melupakan Faisal secepatnya dan berpaling padaku. Aku menyukai Aini sejak aku pertama kali melihatnya bahkan mungkin sebelum kita bertemu. 


Aku berada di kosan-ku sekarang. Aku menggenggam sebuah surat yang memecahkan semua teka-teki. Aku tau dimana Faisal bahkan aku pernah bertemu dengannya. Faisal mungkin orang baik, sayang ia terlalu mudah dibodohi hingga tak bisa lagi bertemu dengan Aini. Jika aku jadi engkau, Faisal, aku lebih memilih Aini daripada mati konyol seperti itu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar